Game Di Indonesia |
- Bekasi Wakili Indonesia di Kompetisi Internasional FIFA Online 3 Bulan Depan
- Google Makin Gencar di Industri Robot dengan Kembangkan “Anjing” Peliharaan
- Musik Sebagai Bagian Dunia dalam Game Menurut Music Director Seri Celestian Tales
Bekasi Wakili Indonesia di Kompetisi Internasional FIFA Online 3 Bulan Depan Posted: 26 Jun 2016 07:40 PM PDT Kejuaraan FIFA Online 3 Premier Championship akhirnya selesai digelar hari Minggu tanggal 26 Juni 2016 kemarin. Turnamen game sepak bola yang diselenggarakan Garena Indonesia di Hotel Pullman Bundaran HI ini akhirnya dimenangkan oleh tim esport Bekasi Gold setelah menumbangkan tiga tim lain, yaitu Bekasi Extreme, Jakarta Freedom, dan Pekanbaru Dragonz. Dominasi dua tim veteran masih terasa di ajang Grand Final Premier Championship kali ini. Tim seperti Pekanbaru Dragonz yang juga berlaga di beberapa turnamen FIFA Online 3 Garena kembali meramaikan persaingan turnamen yang sengit ini. Puncaknya, tim Pekanbaru Dragonz akhirnya harus bertemu dengan lawan veteran lainnya yaitu Bekasi Gold di babak final. Tim Bekasi Gold termasuk salah satu tim yang cukup kompetitif dalam turnamen FIFA Online 3. Tim esport yang kini digawangi oleh Muhammad Akbar (Abadia), Hary Yudy Saputra, dan Khairul Anam (Alazka) ini sebelumnya telah mengukir prestasi dengan mewakili Indonesia di ajang SEA Championship FIFA Online 3 di Bangkok, Thailand, pada Juli 2015 lalu. Atas keberhasilannya menjuarai turnamen Premier Championship 2016, tim Bekasi Gold berhak membawa pulang hadiah uang tunai senilai Rp50 juta dan memperoleh kesempatan mewakili Indonesia dalam turnamen FIFA Online 3 EA Champions Cup yang akan digelar di Shanghai 23 dan 24 Juli mendatang. Kemenangan di turnamen Premier Championship 2016 merupakan batu lompatan bagi tim asal Indonesia untuk mengikuti ajang turnamen bergengsi EA Champions Cup 2016 yang rencananya akan dihelat di gedung Expo Center Shanghai. Turnamen game FIFA Online 3 dengan hadiah total senilai US$300.000 (sekitar Rp4 miliar) ini akan diikuti oleh delapan tim dari tujuh negara, meliputi Cina, Indonesia, Thailand, Korea Selatan, Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Turnamen bergengsi dengan nominal hadiah yang begitu fantastis tadi merupakan hasil kerja sama antara Garena (selaku pihak distributor), EA, dan juga Tencent yang kemarin dikabarkan telah membeli sebagian besar saham dari Supercell senilai Rp114 triliun. Dengan kemenangan yang diraih dalam pertandingan Premier Championship 2016, semoga tim Bekasi Gold masih tetap bersemangat dan giat berlatih guna mengharumkan nama Indonesia di ajang turnamen EA Champions Cup 2016. (Diedit oleh Iqbal Kurniawan) The post Bekasi Wakili Indonesia di Kompetisi Internasional FIFA Online 3 Bulan Depan appeared first on Tech in Asia Indonesia. |
Google Makin Gencar di Industri Robot dengan Kembangkan “Anjing” Peliharaan Posted: 26 Jun 2016 07:00 PM PDT Setelah merilis video robot manusia bernama Atlas pada bulan Februari 2016 yang lalu, perusahaan robot Boston Dynamics kembali memperlihatkan karya terbaru mereka. Kali ini, perusahaan yang dimiliki oleh Alphabet (perusahaan induk dari Google) tersebut menunjukkan kemampuan sebuah robot “anjing” yang bernama SpotMini. Robot SpotMini ini sebenarnya merupakan pengembangan dari robot Boston Dynamics sebelumnya yang bernama Spot. Bedanya, SpotMini mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil, tidak menggunakan sistem hidrolik yang berisik, dan dilengkapi dengan perangkat “leher” yang bisa memanjang. Berikut ini adalah beberapa kemampuan menarik yang dimiliki oleh SpotMini. Bangkit dari kondisi jatuhSalah satu tantangan untuk sebuah robot adalah bagaimana ia bisa bertahan ketika diganggu oleh manusia. Dalam video terbaru yang dirilis Boston Dynamics, SpotMini diberi jebakakan kulit pisang yang diletakkan di jalan yang akan ia lalui. SpotMini pun akhirnya terjatuh karena gangguan tersebut. Namun ternyata SpotMini berhasil bangkit tanpa bantuan siapa pun. Ia memanfaatkan leher yang ia miliki untuk mendorong tubuhnya agar bisa kembali berdiri tegak. Memindahkan barangLeher dari SpotMini dilengkapi dengan semacam “kepala” yang berbentuk capit. Dengan capit tersebut, SpotMini pun bisa menjepit barang seperti gelas maupun kaleng minuman ringan, dan memindahkannya ke tempat lain. Bergerak dengan “lincah”Kemampuan SpotMini juga diuji ketika ia harus bergerak di dalam rumah yang penuh dengan perabotan. Hasilnya, ia berhasil bergerak di berbagai ruangan tanpa menabrak apa pun. Ia bahkan bisa menunduk ketika akan melewati kolong meja. Menaiki tanggaKeahlian SpotMini dalam bergerak ternyata tidak hanya berguna di permukaan yang datar. Ia ternyata juga bisa menaiki anak tangga dengan sempurna. Dengan berat yang hanya 29 kilogram dan bisa menyala selama 90 menit tanpa harus diisi daya, SpotMini menjadi salah satu robot anjing yang cukup sempurna. Ia bisa diprogram untuk melakukan aktivitas tertentu, atau dikendalikan secara manual dengan remote control. Robot yang bentuknya menyerupai manusia kini jumlahnya semakin banyak lo! Di masa depan, SpotMini bisa dimanfaatkan baik untuk keperluan militer, maupun sebagai robot pendamping di rumah. Di akhir video, Boston Dynamics bahkan menampilkan SpotMini yang telah dilengkapi beberapa perlengkapan tambahan yang membuatnya enak dipandang, serta menunjukkan bagaimana SpotMini juga bisa bercanda dengan manusia penghuni rumah.
(Diedit oleh Pradipta Nugrahanto) The post Google Makin Gencar di Industri Robot dengan Kembangkan “Anjing” Peliharaan appeared first on Tech in Asia Indonesia. |
Musik Sebagai Bagian Dunia dalam Game Menurut Music Director Seri Celestian Tales Posted: 26 Jun 2016 02:30 AM PDT Baru-baru ini, Ekuator Games merilis DLC untuk Celestian Tales: Old North dengan judul Howl of the Ravager. DLC tersebut berisi cerita tentang masa lalu seorang karakter penting di Celestian Tales: Old North, Severin Leroux. Momen ini kami manfaatkan untuk mengintip sedikit proses di balik pembuatan Celestian Tales: Old North. Kami berkesempatan mewawancarai Adrian Benn yang merupakan Music Director dari seri Celestian Tales. Dalam obrolan yang berlangsung pada 24 Juni 2016 lalu, Benn berbagi tentang proses di balik pembuatan musik Celestian Tales: Old North, pendapatnya tentang industri game Indonesia, serta tip untuk kamu yang berminat jadi komponis di ranah game. Seperti apa isi diskusi tersebut? Simak ulasan selengkapnya. Selamat sore Benn, terima kasih sudah mau diwawancara. Pertama-tama, bisa ceritakan sedikit tentang latar belakang Benn pada pembaca? Terima kasih untuk kesempatannya, nama saya Adrian Benn. Barangkali lebih banyak orang di developer game mengenal saya sebagai Music Director atau Guildmaster di Agate Simfonia. Yang tidak banyak diketahui, sekarang saya juga adalah Game Designer di Ekuator Games. Bukan desainer utama sih, tapi lebih ke arah membantu apa yang kurang dari tim Ekuator Games. Saya terjun di gamedev awalnya tahun 2010. Waktu itu saya dapat informasi lowongan di Agate Studio sebagai Audio Programmer, dan memutuskan untuk bergabung. Kemudian di tahun 2011, dengan dukungan dari Arief (CEO Agate Studio) saya mendirikan Agate Simfonia. Pendidikan saya dari jurusan informatika ITB, tapi kalau soal musik itu awalnya sebagai hobi. Saya sudah aktif di paduan suara sejak SMA, dan sampai sekarang masih aktif di paduan suara serta musik gereja. Pendidikan formal musik sendiri hampir tidak ada, semua dalam bentuk pendidikan informal, kursus, atau workshop. Dari latar belakang pendidikan informatika, bagaimana ceritanya jadi beralih ke komponis musik? Pekerjaan pertama saya di dunia developer game adalah audio programming. Jadi saya merasa itu kesempatan yang sangat bagus untuk mengombinasikan latar belakang saya di informatika dengan kecintaan saya pada musik. Sebagai audio programmer, tugas saya adalah mengimplementasikan audio ke dalam sebuah game. Saya mengambil musik dan efek suara yang sudah dibuat sebelumnya, lalu menulis program untuk mengaktifkannya dalam game. Kami banyak membuat game Flash dan mobile berbasis Java, jadi kami butuh file yang sangat kecil. Saya yang mengurus soal format file dan kompresinya. Meski posisinya audio programmer, lingkup kerja saya di Agate pada waktu itu (tahun 2010) termasuk composing juga sih. Jadi semua hal yang terkait audio mulai dari mengonsep, membuat komposisi, sampai memasukkan ke dalam game, semua dikerjakan satu orang. Karya Benn baru-baru ini adalah Celestian Tales: Old North yang musiknya mendapat tanggapan positif dari banyak gamer. Seperti apa proses pembuatan lagu di game tersebut? Pertama-tama, Old North itu hasil kerja tim ya. Semua orang yang terlibat dalam pengerjaan audio punya kontribusi yang cukup signifikan. Proses awalnya dimulai dengan pembicaraan antara saya dan penulis cerita sekaligus produser Ekuator Games, yaitu Cipto. Dia datang kepada saya sambil membawa naskah Celestian Tales: Old North. Simak juga serunya sesi AMA Tech in Asia Indonesia dengan Cipto Adiguno dari Ekuator Games Kami membahas naskah dari awal sampai akhir, kemudian membangun dunianya. Mulai kerajaannya, keluarga-keluarga bangsawan di situ, lingkup budayanya, musiknya, seperti apa bunyi-bunyi yang mungkin ada, semua dibangun dulu dengan modal naskah tadi. Setelah itu kami membuat konsep musiknya, kira-kira alat musik apa dan komposisi seperti apa yang akan kami masukkan. Salah satu pegangan dasar untuk Celestian Tales: Old North adalah bila disetarakan dengan dunia nyata, dunianya mirip Perancis abad ke-16 sampai 17. Jadi untuk ide awal saya mencari musik-musik dari masa itu. Kami mencari referensi tidak cuma musik klasik orkestra, tapi juga musik-musik folk. Di saat yang bersamaan, kami mencari referensi dari game lain yang menawarkan suasana serupa dengan Old North. Pengaruh terkuat bisa dibilang dari Suikoden. Tidak hanya cerita dan gaya gambar, musik Old North pun akhirnya mendapat pengaruh dari situ. Namun ada juga pengaruh game lain, misalnya karya Nobuo Uematsu di The Last Story. Setelah konsep jelas, kami menyusun kapan dan di mana saja musik dibutuhkan. Dalam Old North ada musik yang menjadi latar belakang, namun ada juga musik yang digunakan sebagai plot device. Misalnya adegan ketika salah satu karakter berkomunikasi dengan musuhnya menggunakan musik. Ada juga waktunya musik menjadi fokus, seperti lagu di adegan opening dan ending. Berikutnya kami pun membagi-bagi tugas. Komponis yang terlibat di Old North antara lain ada Sandi Mardiansyah dan Satriyo Hutomo. Kami juga dibantu Muhammad Haafidz sebelum ia pindah ke Tinker Games, serta Zaki Andiga yang sekarang alih profesi jadi produser di Agate Studio. Saya sendiri lebih banyak memberi arahan sebagai music director daripada membuat komposisi. Salah satu lagu unik dari Celestian Tales: Old North adalah “Reus” yang merupakan lagu ending. Dari mana inspirasi untuk membuat lagu tersebut? Itu kan lagu ending, jadi ada emosi yang harus diwujudkan dalam lagu tersebut. Adegan terakhir Old North punya nuansa sedih, dan kami ingin membuat pemain merasa bingung, sebenarnya pilihan yang mereka ambil itu benar atau salah. Jadi nuansanya cukup kontras dengan apa yang mereka jalani sebelum adegan terakhir itu. Ada tiga fakta menarik tentang lagu ini. Pertama, lirik lagu “Reus” diambil dari sebuah teks Latin kuno berjudul “Dies Irae“. Di akhir lagu “Reus” ada kata-kata, “Ingemisco, tamquam reus,” yang artinya kira-kira, “Saya tidak punya kuasa apa-apa, saya hanya seorang pendosa.” Asalnya dari teks kuno itu. Kata reus (pendosa) ini cukup kontras karena di bagian lain Old North ada lagu berjudul “Deus” yang berarti dewa. Dua kata yang mirip namun berkebalikan ini saya pikir bisa jadi salah satu sisi yang lumayan menarik. Itulah kenapa teks “Dies Irae” dipilih menjadi lagu ending. Fakta kedua, awalnya konsep nada lagu “Reus” akan digunakan sebagai lagu latar desa kaum elf, namun kami merasa nuansanya tidak cocok sehingga dibuang. Kemudian belakangan lagu itu ditemukan lagi, dan sepertinya justru cocok untuk digunakan di lagu ending. Ketiga, proses rekaman vokal lagu “Reus” yang durasinya hanya sekitar tiga menit ini menghabiskan waktu dua kali sesi rekaman, masing-masing enam jam. Dan pada saat rekaman tersebut, vokalisnya (Shiellia Permatasari) sedang hamil tujuh bulan. Menarik sih prosesnya, seru tapi sambil agak takut juga karena kehamilan itu. Beralih dari Celestian Tales: Old North ke musik secara umum, apa saja sih yang dibutuhkan untuk jadi seorang komponis? Terutama komponis game seperti Benn. Paling tidak ada tiga hal yang dibutuhkan. Pertama, kita perlu pengetahuan tentang teori musik, seperti tangga nada, harmoni, dan sebagainya. Hal itu tidak harus kita pelajari di pendidikan resmi seperti kuliah atau sekolah khusus. Kita bisa juga belajar mandiri, misalnya lewat internet atau kursus. Kedua, kita butuh pengetahuan tentang produksi musik. Mulai cara rekaman, cara bekerja dengan D.A.W. (digital audio workstation), menggunakan plugin VST, sampai proses menghasilkan file musik di akhir. Kita juga mesti tahu cara menentukan format, kompresi, sampai cara implementasi ke dalam game. Ini semua bisa dipelajari sendiri, banyak materinya di internet. Hal ketiga yang penting adalah kesadaran terhadap bunyi. Terutama untuk calon-calon komponis yang tertarik ke arah desain dan directing, kita harus bisa membayangkan bunyi, tidak hanya membuat komposisi.
Kesadaran bunyi ini bukan sesuatu yang bisa diperoleh melalui pendidikan, tapi bisa dilatih. Caranya dengan membiasakan diri untuk lebih sadar terhadap bunyi-bunyi di sekitar kita. Juga dengan banyak memperhatikan, seperti apa musik dan ambience yang cocok untuk adegan tertentu. Itu tidak ada teorinya sih, harus dirasakan dengan hati. Adakah saran atau masukan bagi para komponis lain, baik sesama komponis profesional maupun yang masih belajar? Secara umum saya menyarankan pada para komponis, baik yang baru belajar maupun yang sudah terkenal, untuk lebih banyak mendengar. Ini berhubungan dengan kesadaran bunyi tadi. Dengarkanlah musik sebanyak mungkin dengan genre berbeda-beda, dan dengarkan juga lingkungan sekitar. Bukan hanya mendengar sambil lalu, tapi mendengar sambil menyimak. Kedua, kalau memang ingin berkarya, langsung buat saja. Tidak usah mencari alasan seperti masih kurang alat atau kurang kemampuan. Teruslah berkarya, nanti pelan-pelan kamu akan makin berkembang. Intinya harus terus berlatih. Yang tidak kalah penting adalah jangan cepat puas kalau sudah bisa menghasilkan sebuah karya. Kita dengarkan lagi karya orang dari game atau film yang kita suka, lalu coba kejar kualitas musik mereka. Ada situs yang bagus untuk referensi yaitu SoundWorks Collection, isinya video behind the scene dari sisi musik untuk film-film terkenal. Itu materi belajar yang sangat menarik. Bagaimana pendapat Benn tentang industri game Indonesia saat ini, terutama dari segi musik? Buat saya secara umum industri game Indonesia ada di titik yang menarik. Masa hype awal developer game di sini mungkin sekitar tahun 2010-2012 lalu, ketika banyak studio baru bermunculan. Nah, fase hype itu baru saja berakhir, bisa dilihat dari banyaknya studio kecil yang tutup dan kena seleksi alam. Seleksi alam ini bisa lebih sadis lagi ke depannya. Jadi sekarang waktunya studio-studio game Indonesia untuk berkonsolidasi agar bisa lebih dewasa. Mungkin banyak dari kita yang ingin cepat jadi sebesar EA atau Ubisoft. Padahal untuk jadi sebesar itu butuh proses yang sangat lama, mungkin sepuluh atau dua puluh tahun.
Kalau dari sisi musik sendiri, beberapa tahun terakhir ini kualitas musik game di Indonesia bagus, tapi cukup stagnan. Komponis kita punya kemampuan untuk membuat musik bagus, tapi tidak bisa berkembang lebih jauh lagi. Mungkin penyebabnya karena skala game yang dibuat juga masih begitu-begitu saja. Selain itu, bisa jadi para komponis di sini susah bertahan hidup, terutama yang independen. Mereka yang bergabung di studio game mungkin lebih terjamin, tapi komponis independen masih punya banyak tantangan untuk mendapat penghidupan yang layak. Sayang, padahal komposisi lagu maupun kemampuan pemain kita cukup kuat, tapi mereka susah berkembang. Pertanyaan terakhir, siapa saja komponis favorit yang banyak memberi pengaruh pada Benn? Kalau musik game, pengaruh utama adalah Nobuo Uematsu, terutama lagu opera di Final Fantasy VI. Lagu itu adalah inspirasi perkawinan musik dan teknologi, karena dengan keterbatasannya Nobuo Uematsu tetap bisa menghasilkan musik dengan komposisi dan eksekusi yang bagus. Selain itu saya juga suka Austin Wintory, terutama hasil karyanya dalam Journey. Di luar game, saya menyukai komponis bernama Richard Wagner. Bisa dibilang dialah inspirasi banyak komponis yang terjun di dunia film saat ini. Saya juga menggemari komponis Perancis yaitu Erik Satie dan Claude Debussy yang gayanya sangat impresionis. Mereka bisa menggambarkan suatu keadaan atau lingkungan dengan musik saja, tanpa gambar. Oke, sampai di sini dulu wawancaranya, terima kasih Benn! Demikianlah wawancara saya yang cukup panjang bersama Adrian Benn. Sekadar informasi, saat ini Agate Simfonia sudah tutup usia, namun kamu tetap bisa menghubungi Benn lewat email Agate Simfonia yang masih aktif. Bila kamu berminat mengontak atau mendengarkan karya-karya Benn, kamu bisa cek langsung beberapa tautan di bawah. Email: benn@agatesimfonia.com Soundcloud: Adrian Benn, Agate Simfonia YouTube: Agate Simfonia (Diedit oleh Pradipta Nugrahanto) The post Musik Sebagai Bagian Dunia dalam Game Menurut Music Director Seri Celestian Tales appeared first on Tech in Asia Indonesia. |
You are subscribed to email updates from Tech in Asia Indonesia. To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |