Game Di Indonesia |
- Review Oreshika: Tainted Bloodlines – Karena Hidup Terlalu Singkat Untuk Disia-siakan
- Review Toukiden: Kiwami – Legenda Para Pembasmi Iblis
- [Artistalk] Bangkitnya Semangat Menggambar Yang Mulai Padam – Wawancara Dengan Pandu Rukmi Utomo Dari Mojiken Studio
Review Oreshika: Tainted Bloodlines – Karena Hidup Terlalu Singkat Untuk Disia-siakan Posted: 18 Apr 2015 09:00 PM PDT Apa yang ada di benakmu bila sebuah game tidak kunjung mendapat kelanjutan setelah dirilis belasan tahun silam? Apakah game tersebut sudah tamat riwayatnya? Setidaknya itu yang terpikir di benak saya, hingga Oreshika: Tainted Bloodlines hadir mematahkan asumsi itu. Oreshika: Tainted Bloodlines merupakan sekuel dari game yang pernah dirilis tahun 1999 silam untuk console PlayStation orisinal. Saya tidak heran apabila kamu sama sekali tidak pernah mendengar atau bahkan memainkan iterasi pertama dari game ini. Bagaimana tidak? Game orisinal yang berjudul Ore no Shikabane wo Koete Yuke (atau apabila diterjemahkan secara bebas ke bahasa Indonesia berarti: Langkahi Dulu Mayatku) dirilis eksklusif untuk pasar Jepang tanpa mendapatkan versi internasional. Terlepas dari rentang waktu untuk merilis iterasi kedua yang cukup panjang, apakah Oreshika: Tainted Bloodlines merupakan sekuel yang wajib dimainkan di PS Vita milikmu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita kupas satu per satu aspek yang menonjol di sini. Latar Belakang Cerita Yang Sarat Dengan Nuansa Jepang Klasik Pada Abad Ke-12Alkisah pada masa Jepang kuno di periode Heian (abad ke-12), alat-alat perayaan yang digunakan untuk festival pemujaan dewa-dewa milik kekaisaran Jepang mendadak raib. Tidak ada bekas kejahatan ataupun sosok mencurigakan yang terlihat pada hari peristiwa aneh tersebut. Namun, kejadian ini berbuntut malapetaka. Berbagai kejadian buruk kemudian datang menimpa Jepang, mulai dari wabah penyakit, bencana alam, hingga akhirnya sepasukan oni (sebutan untuk setan dalam masyarakat Jepang) menyerbu ibu kota Kyoto dan meluluhlantakkan kota. Sang kaisar yang ingin mencari penyebab dari musibah bertubi-tubi tersebut kemudian berkonsultasi kepada cendekiawan sekaligus penyihir. Sang cendekiawan yang bernama Abe no Seimei mengatakan bahwa malapetaka yang datang silih berganti menimpa kekaisaran disebabkan oleh hilangnya alat-alat perayaan tersebut. Para dewa yang tidak mendapatkan puji-pujian dari manusia menjadi geram sehingga mendatangkan petaka bagi umat manusia. Menurutnya kemarahan para dewa hanya bisa diredam dengan memberikan persembahan kepada mereka. Bentuk persembahan yang ia sarankan? Jiwa manusia. Semakin banyak manusia yang dipersembahkan, maka semakin bagus pula masa depan Jepang ke depannya. Kaisar yang mengikuti nasihat Abe no Seimei kemudian memutuskan untuk memberikan korban nyawa sebagai persembahan kepada dewa-dewa. Ia menetapkan bahwa akan memenggal seluruh anggota keluarga dari setiap klan yang dinyatakan lalai pada saat menjaga alat-alat perayaan hingga raib. Seakan hukuman ini belum cukup keji, Abe no Seimei juga menjatuhkan dua kutukan kepada semua klan tersebut agar berumur singkat serta tidak akan memiliki keturunan ketika menikah dengan sesama manusia normal. Celakanya, keluargamu adalah salah satu dari kelompok klan yang mendapatkan hukuman. Kebenaran dari musibah tersebut akhirnya terungkap ketika salah satu dewa yang bernama Akeboshi no Oji datang berkunjung ke makam keluarga korban. Ia menyebutkan bahwa semua kejadian itu hanya akal-akalan dari Abe no Seimei. Para dewa pun sebenarnya ikut terkena dampak dari ulah penyihir tersebut. Ia pun menawarkan sebuah kesempatan kepada klan yang menjadi korban pemenggalan agar bisa hidup kembali, walau tetap dalam kutukan. Mendengar tawaran tersebut, para arwah penasaran yang menjadi korban langsung bersemangat. Dengan bantuan Dewi Onikiri Nueko, semua keluarga tersebut bisa hidup kembali dan memulai perjalanan untuk mengungkap kebenaran serta menanggalkan kutukan yang mendera seluruh klan. Dungeon Crawler Dengan Kompleksitas Berlapis-lapisPertama kali memulai Oreshika: Tainted Bloodlines, saya dihadapkan pada menu kustomisasi karakter. Proses pembuatan karakter terdiri dari pilihan simpel tentang penentuan jenis kelamin protagonis hingga pengaturan tampilan karakter dengan kombinasi pilihan yang sangat … sangat banyak. Setelah urusan tampilan fisik selesai, langkah penting selanjutnya adalah pemilihan kelas untuk tiga karakter awal yang akan mempengaruhi cara mereka bertarung. Kamu dapat memilih di antara delapan kelas berbeda dari ahli bela diri hingga penari yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Setelah game dimulai pun, jalan yang saya hadapi ternyata tidak semakin mudah. Dua jam awal permainan saya habiskan untuk membaca dan mengikuti semua petunjuk yang diberikan oleh seorang asisten klan imut bernama Kochin. Ia merupakan penjelmaan dari seekor musang yang didaulat oleh dewa Akeboshi no Oji untuk membantu klanmu. Tutorial yang ia berikan sangat menyeluruh dan detail, sampai-sampai saya masih saja mendapatkan petunjuk baru tentang mekanisme permainan bahkan setelah bermain selama lebih dari enam jam! Dua Mode Permainan Yang Saling MelengkapiSecara garis besar, gameplay Oreshika: Tainted Bloodlines dapat dibagi ke dalam dua mode. Mode pertama adalah ketika berada di rumah. Kamu merupakan pemimpin klan yang harus membimbing seluruh anggota keluarga serta mengatur kota tempat kamu tinggal. Berbagai pilihan pengaturan bisa kamu lakukan di sini, mulai dari pemilihan anggota yang berangkat ke dungeon, perlengkapan apa yang akan dipakai oleh setiap anggota, item apa saja yang harus dibawa, investasi apa yang perlu ditanam di kota, dan masih banyak lagi lainnya. Setiap keputusan yang kamu ambil akan memiliki dampak berbeda-beda pada setiap anggota keluarga. Layaknya manusia biasa, masing-masing anggota keluarga memiliki sifat dan perilaku yang unik. Kamu harus memimpin dengan bijak agar mereka tetap loyal kepada klan, atau bukan mustahil apabila suatu saat beberapa anggota klan akan minggat dari rumah! Mode kedua yang akan kamu mainkan adalah ketika berada di dungeon. Kamu akan dihadapkan dengan belasan dungeon yang dihuni jenis-jenis oni yang berbeda. Setiap dungeon juga memiliki labirin yang unik. Tidak jarang kamu akan berkunjung ke dungeon yang sama berulang kali untuk sekadar membuka pintu yang terkunci atau mengambil jalan berbeda dari jalur yang ditempuh sebelumnya. Kedua mode gameplay ini bersifat saling menunjang satu dengan yang lain. Hasil ekspedisi di dungeon akan menghasilkan uang maupun berbagai reward lain yang bisa dipakai di rumah. Membelanjakan hasil ekspedisi di rumah dengan bijak dapat memperkuat klan secara keseluruhan dan mempersiapkan ekspedisi selanjutnya dengan lebih baik. Meskipun demikian, pengulangan kedua mode secara terus-menerus dapat menimbulkan kesan repetitif yang berpotensi mengurangi keseruan bermain. Hidup Hanya Sementara, Maka Pergunakanlah Waktu Yang Ada Sebaik-baiknyaSistem waktu yang ada pada Oreshika: Tainted Bloodlines menggunakan satuan bulan. Mengunjungi daerah klan lain, menjelajahi berbagai pilihan dungeon yang ada, menikah untuk mendapatkan keturunan, semua itu membutuhkan waktu eksekusi selama minimal satu bulan agar dapat terlaksana. Sebenarnya jangka waktu ini sudah terasa cukup lama apabila dipakai pada kehidupan normal. Namun, Abe no Seimei telah menjatuhkan kutukan umur pendek pada keluargamu. Semua anggota keluarga hanya memiliki masa hidup maksimal dua tahun akibat kutukan ini. Hal ini berarti setiap orang hanya memiliki paling banyak 24 kali keputusan dapat diambil seorang anggota keluarga sebelum ia meninggal. Selain kutukan tersebut, masih ada satu kutukan lagi yang menjadikan seluruh anggota keluarga tidak dapat memiliki keturunan dengan manusia lain. Kutukan ini terdengar kejam, namun tampaknya Abe no Seimei melupakan dua celah pada kutukannya itu. Kamu tetap bisa mendapatkan keturunan apabila menikah dengan klan lain yang sama-sama terkutuk atau ketika berpasangan dengan dewa-dewi yang bersedia membantu. Aspek regenerasi ini menjadi poin penting dalam Oreshika: Tainted Bloodlines, sebab dengan keterbatasan masa hidup semua anggota klan maka mau tidak mau perjuangan menguak tabir kebenaran harus dilakukan lintas generasi. Sistem perjuangan lintas generasi ini sangat menarik untuk dieksplorasi. Kamu bisa bereksperimen dalam menganalisa kode genetik masing-masing pasangan dan mencoba berbagai kombinasi yang ada. Membaca kode genetik di sini pun bukan perkara mudah. Masing-masing anggota keluarga memiliki dua belas parameter penyusun gen yang berbeda. Hal ini berarti kamu harus menganalisis sedikitnya 24 parameter yang dimiliki oleh suatu pasangan dalam menghasilkan keturunan. Terlebih lagi, terkadang keturunan yang didapat melenceng dari harapan berkat faktor X yang dapat mempengaruhi keberhasilan mendapatkan seorang anak jenius. Audio Visual Prima Untuk PS VitaTidak diragukan lagi, Oreshika: Tainted Bloodlines menghadirkan grafis yang sangat keren untuk dipamerkan pada layar PS VIta. Semua screenshot yang saya lampirkan di atas diambil langsung dari permainan tanpa diedit. Kamu bisa melihat sendiri bahwa visual di game ini sangat tajam, cerah dan penuh warna. Kualitas tersebut masih ditunjang dengan animasi yang halus dalam efek cel-shading. Animasi para karakter pada saat di mode rumah membuat saya seolah sedang memainkan game visual novel berkualitas tinggi. Tampilan jurus dan skill yang diperlihatkan pada saat battle mode juga tampak sangat meyakinkan. Gerakan mereka terlihat hidup, energik, dan nyata. Mata saya serasa dimanjakan sepanjang permainan! Semua tampilan visual itu ditunjang oleh sulih suara berbahasa Jepang yang terdengar sangat pas untuk setiap karakter. Saya bisa mendengar Kochin memberikan berbagai petunjuk dalam suara imut, atau perbincangan dengan Abe no Seimei yang memberkan kesan congkak. Saya dapat membayangkan para penggemar anime akan sangat menikmati pengalaman bermain di sini. Jadi, Apakah Kamu Wajib Memainkannya?Jawaban saya adalah: tergantung seleramu. Sebagai gamer yang menyukai RPG dengan cerita menarik, saya sangat menyukai Oreshika: Tainted Bloodlines. Apalagi saya dapat menikmati grafis imut ala anime yang dikemas dalam cel-shading indah, berpadu dengan musik latar dan sulih suara yang meyakinkan. Kesemua aspek tersebut membangun sebuah pengalaman game dungeon crawler yang sukses membuat saya penasaran akan segala kemungkinan yang bisa terjadi terhadap kelangsungan hidup klan tersebut. Namun di sisi lainnya, genre dungeon crawler memilki permainan yang cenderung repetitif. Terlebih lagi aksi pertarungan pada game ini menggunakan skema turn-based strategy dengan tempo yang biasa-biasa saja. Gamer yang mengharapkan game dungeon crawler penuh aksi mungkin akan sedikit kecewa Oreshika: Tainted Bloodlines memang bukan merupakan game yang sempurna. Namun saya rasa apabila kamu menikmati RPG lain di PS Vita seperti Persona 4 Golden atau Tales of Hearts R, maka kamu juga akan menikmati Oreshika: Tainted Bloodlines. PlayStation Store Asia: Oreshika: Tainted Bloodlines, Rp260.000 Post Review Oreshika: Tainted Bloodlines – Karena Hidup Terlalu Singkat Untuk Disia-siakan muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia. |
Review Toukiden: Kiwami – Legenda Para Pembasmi Iblis Posted: 18 Apr 2015 08:47 PM PDT Belakangan ini, game dengan genre multiplayer action atau yang biasa juga disebut sebagai "game hunting" semakin marak saja di PlayStation Vita. Sebut saja Soul Sacrifice yang proyeknya dipimpin oleh Keiji Inafune sang kreator Megaman. Ada juga God Eater 2 dari Bandai Namco yang prekuelnya telah menembus pasar PSP dengan cukup sukses. Selain itu, masih ada Freedom Wars dan Phantasy Star Nova yang memiliki nuansa lebih futuristik. Ini menunjukkan bahwa pasar untuk game hunting di PS Vita cukup besar, apalagi mengingat tidak adanya seri Monster Hunter di handheld milik Sony ini. Cek juga review Freedom Wars, salah satu game hunting wajib main di PS Vita Salah satu judul yang turut serta meramaikan tren ini adalah Toukiden yang dikembangkan oleh Omega Force. Game ini dirilis dengan judul Toukiden: The Age of Demons pada tahun 2014 lalu, dan telah dirilis kembali dengan berbagai pembaharuan, tambahan konten, dan judul baru, yaitu Toukiden: Kiwami. Apakah game ini mampu bersaing di antara banyaknya game hunting lainnya? Dan apakah game ini layak untuk kamu beli bila kamu sudah pernah memainkan The Age of Demons? Simak ulasannya di bawah. Lika-Liku Kehidupan Seorang SlayerAlkisah, di sebuah masa di Jepang kuno, umat manusia sedang berada di ambang kepunahan karena munculnya serangan dari para iblis atau Oni. Sebuah organisasi pembasmi iblis yang disebut Slayer telah bertarung melawan para Oni selama lebih dari 1000 tahun, namun 8 tahun lalu terjadi sebuah hal luar biasa yang membuat posisi umat manusia menjadi terdesak. Kejadian ini disebut Awakening, di mana para Oni menyerbu dengan jumlah besar secara serempak. Para Slayer berhasil menghalau serbuan Oni dengan pengorbanan yang sangat tinggi, namun bukan berarti Oni hilang dari muka bumi. Sesekali masih muncul serangan-serangan Oni dalam skala kecil, dan itu artinya pasukan Slayer masih dibutuhkan. Kamu adalah seorang pemuda/pemudi yang baru saja bergabung dengan pasukan Slayer di desa Utakata. Di bawah bimbingan kapten Yamato dan para Slayer yang lebih senior, kamu akan berlatih menggunakan berbagai senjata untuk membasmi iblis, dan belajar untuk berkomunikasi dengan arwah para pahlawan Jepang yang disebut Mitama. Di tengah pelatihanmu sebagai seorang Slayer, muncul pertanda bahwa para Oni akan menyerang dan memunculkan Awakening untuk kedua kalinya. Sebagai pasukan yang berada di garis terdepan, kamu bersama para Slayer dari desa Utakata harus berjuang menahan serangan Oni, serta mencari cara untuk mencegah Awakening terjadi kembali. Kira-kira begitulah cerita yang ada di dalam Toukiden: The Age of Demons. Konsep dan nuansa oriental yang disajikan terbilang menarik, namun sayangnya waktumu akan lebih banyak dihabiskan untuk menjalin hubungan persahabatan dengan para Slayer lainnya dibandingkan mencari cara untuk menghancurkan Oni. Ini membuat konflik utama melawan para Oni tidak terasa signifikan, dan meskipun umat manusia sedang berada dalam krisis, suasananya masih terasa santai. Saya sendiri sebetulnya merasa agak bosan mengikuti ceritanya, tapi untungnya semua berubah ketika Ekspansi Yang Lebih Menarik Dari Game AslinyaCerita Kiwami dimulai 3 bulan sejak akhir cerita The Age of Demons. Musim gugur telah tiba, kamu telah berhasil menahan serbuan Oni, dan menggagalkan Awakening. Namamu sebagai seorang Slayer telah tersohor hingga ke daerah-daerah lain, dan pangkatmu di Utakata telah meningkat dari prajurit rendahan menjadi kepala pasukan. Untuk beberapa saat desa Utakata damai, namun kedamaian itu terusik dengan munculnya utusan dari markas pusat Slayer yang meminta bantuan untuk keadaan darurat. Utusan dari markas pusat yang datang adalah para Slayer dari Hundred Demon Corps, pasukan elit yang terdiri dari para Slayer terhebat. Mereka mengabarkan bahwa terjadi serangan Oni dari daerah utara, namun Oni kali ini bukan Oni biasa. Mereka memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan sangat cepat, dan dapat menghancurkan daerah sekitarnya dengan miasma yang sangat pekat. Kamu pun harus bekerjasama dengan Hundred Demon Corps untuk menahan ancaman baru ini, namun sayangnya masalah tidak selesai sampai di situ. Di tengah keadaan yang sedang krisis ini, muncul kabar bahwa terdapat seorang mata-mata dari organisasi anti Slayer yang hendak menghancurkan desa Utakata dari dalam. Rupanya berada di ambang kepunahan tidak menjamin para manusia bisa bersatu. Hal ini semakin diperparah lagi dengan adanya konflik antara markas pusat Slayer dengan para Slayer di desa Shiranui. Shiranui menolak untuk memberikan bantuan meskipun sudah diperingatkan tentang serangan Oni dari utara, dan rupanya pembangkangan ini berakar dari dendam masa lalu yang muncul saat Awakening pertama. Dibanding dengan bagian The Age of Demons, cerita di bagian Kiwami terasa jauh lebih menarik! Saya berkali-kali dibuat terkejut dengan munculnya berbagai tokoh baru dan konflik yang menyertainya. Siapakah mata-mata yang ada di desa Utakata? Bagaimana cara para Slayer mengalahkan Oni baru dari utara ini? Siapa sebenarnya Horo, Slayer hilang ingatan yang tiba-tiba muncul di desa Utakata? Begitu banyak pertanyaan yang muncul, dan untuk mengetahui jawabannya kamu harus memainkan sendiri game ini sampai akhir. Tebas, Tusuk, Hantam, Tembak! Basmi Oni Tanpa Sisa!Di Toukiden: Kiwami, kamu akan pergi meninggalkan desa untuk membasmi para iblis dengan menggunakan berbagai senjata. Terdapat sembilan jenis senjata di game ini, tiga di antaranya adalah senjata baru yang tidak ada di The Age of Demons. Setiap senjata memiliki gaya pertarungan yang jauh berbeda, misalnya pisau akan membuat seranganmu fokus pada serangan cepat dan combo di udara, sementara gada memiliki serangan yang lambat namun dapat menghancurkan pertahanan musuh dengan mudah. Bila kamu suka serangan jarak jauh, kamu dapat memilih busur panah atau senapan yang memiliki jenis peluru yang bervariasi. Senjata favorit saya sendiri adalah naginata, tongkat bermata pedang dengan jurus pamungkas berupa combo yang sangat cepat seperti serangan Musou di Dynasty Warriors. Bila kamu berhasil mengalahkan Oni, bagian-bagian tubuhnya bisa kamu ambil untuk ditempa menjadi senjata atau baju zirah. Desain senjata dan zirah di Toukiden cukup bagus dengan berbagai sentuhan oriental Jepang. Perjuangan mengoleksi senjata cukup mengasyikkan, apalagi mengingat Toukiden memiliki kualitas grafis yang sangat bagus. Toukiden mungkin salah satu game Vita dengan kualitas grafis terbaik. Sayangnya, kualitas grafis ini membuat frame rate di game ini terkadang kurang mulus. Game ini juga tersedia di PS4, namun kami tidak sempat menjajal versi tersebut jadi tidak bisa memastikan apakah versi PS4 memiliki masalah serupa atau tidak. Bagi kamu yang terbiasa memainkan game PC dengan grafis HD 60 FPS mungkin ini akan terasa kurang nyaman, tapi tidak sampai mengurangi serunya gameplay di Toukiden. Di dalam tubuh Oni yang kamu kalahkan kamu bisa menemukan Mitama yang nantinya dapat memberimu berbagai skill untuk digunakan dalam pertarungan. Toukiden: Kiwami memiliki Mitama sejumlah 300, 100 buah lebih banyak dari The Age of Demons. Ini artinya kombinasi skill yang bisa kamu ciptakan semakin bervariasi. Mencari kombinasi Mitama untuk menjadi Slayer terkuat adalah salah satu hal yang sangat menarik dari Toukiden, namun jumlahnya yang sangat banyak juga akan membuatmu sulit mendapatkan trophy Platinum. Toukiden: Kiwami memiliki bermacam-macam Oni baru yang bisa kamu lawan. Beberapa di antaranya adalah varian yang mirip dengan Oni di The Age of Demons, namun sebagian besar adalah Oni baru yang benar-benar berbeda. Bila kamu merasa misi-misi di The Age of Demons membosankan karena Oni yang dilawan itu-itu saja, jangan khawatir karena di Kiwami kamu akan melawan Oni yang jauh lebih bervariasi. Selain misi-misi yang ada di desa dan misi multiplayer, kamu juga akan dihadapkan dengan jenis misi baru yaitu Emergency Mission dan Infinite Mission. Kedua jenis misi ini akan memberikanmu tantangan yang lebih tinggi, dan tentunya imbalan yang lebih tinggi pula. Banyaknya variasi misi ditambah dengan cerita yang menarik membuat saya bersemangat untuk memainkan Toukiden: Kiwami, lebih daripada ketika saya masih menjalankan misi The Age of Demons. Kesimpulan: Nyaris SekuelDari banyaknya cerita tambahan yang disajikan, banyaknya jumlah Oni baru yang muncul, serta tambahan-tambahan senjata dan Mitama yang ada, saya merasa seolah-olah Toukiden: Kiwami ini bukan sekedar update dari Toukiden: The Age of Demons tapi sudah seperti sebuah sekuel terpisah. Bila kamu menyukai game action/hunting dan belum pernah memainkan Toukiden, maka Toukiden: Kiwami adalah salah satu game Vita yang wajib kamu mainkan. Bila kamu sudah pernah memainkan Toukiden sebelumnya pun saya rasa game ini juga layak kamu beli untuk merasakan pengalaman Toukiden yang sempurna. Toukiden: The Age of Demons dan Toukiden: Kiwami bisa diibaratkan sebuah serial anime yang terdiri dari dua season, dan saya akan menantikan kehadiran season ketiga dari kisah legenda ini. PlayStation Store Asia: Toukiden Kiwami, Rp466.000 Post Review Toukiden: Kiwami – Legenda Para Pembasmi Iblis muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia. |
Posted: 18 Apr 2015 08:47 PM PDT Minggu ini saya kembali lagi dengan wawancara bersama seorang artis dari Mojiken Studio asal Surabaya. Artis yang saya wawancarai kali ini yaitu Pandu Rukmi Utomo, berpengalaman tidak hanya di industri game saja, tapi sampai ke urusan pembuatan komik atau bahkan konstruksi. Kira-kira bagaimanakah kisah Pandu yang sempat kehilangan semangat menggambarnya ini sampai kembali menemukan passion dia dalam bidang ilustrasi? Tanpa panjang lebar lagi langsung saja ikuti obrolan singkat saya dengan Pandu Rukmi Utomo di bawah ini. Halo Pandu, bisa cerita sedikit tentang siapa kamu ke para pembaca?Hai hai, saya Pandu Rukmi Utomo. Saya orang yang suka jalan makan, baca komik, dan nonton film. Sekarang saya sedang seru belajar menggambar dan bikin game di Mojiken Studio. Bisa cerita bagaimana kamu bisa jadi seorang ilustrator profesional?Dari kecil saya memang sudah hobi corat-coret di kertas buram punya orang tua yang seharusnya dipakai untuk kerja, sampai akhirnya saya dibelikan sendiri satu rim buat dihabiskan menggambar. Tapi ketika itu belum kepikiran sama sekali akan menjadi ilustrator profesional. Semakin seru-serunya menggambar itu waktu SMA. Dulu bahkan di tengah jam pelajaran pun selalu curi-curi waktu untuk menggambar, sampai pernah ketahuan juga sih. Terus waktu itu juga kebetulan sering kumpul bersama dua teman lainnya yang juga suka gambar, baca komik, dan main game. Iseng-iseng kami bikin cerita dan kemudian digambar, mulai dari karakternya, lokasinya, dan lain-lain. Tapi ya hasilnya cuma gambar saja, ceritanya tidak pernah kelar dan ternyata dua dari kita bertiga sekarang akhirnya jadi ilustrator tipis-tipis. :))) Bagaimana kamu bisa terjun ke industri game?Awalnya sih tidak terpikir kalau akan terjun ke industri game, karena begitu lulus kuliah langsung diajak teman untuk membuat perusahaan konstruksi. Di tengah kondisi yang sudah tidak ingat dengan serunya menggambar dan betapa dulu namanya menggambar sudah seperti bernafas, tiba-tiba saya diajak oleh Eka Pramudita Muharram untuk ikut bergabung di Mojiken. Seiring dengan berjalannya waktu, semangat menggambar bisa dibilang sudah tidak ada baranya lagi. Namun melihat teman-teman yang lain begitu bersemangat ketika menggambar mulai menghangatkan semangat saya untuk berkarya lagi. Harus diakui saya perlu benar-benar kerja keras sampai akhirnya mulai bisa merasakan serunya menggambar lagi. Dari situ pelan-pelan saya mulai belajar banyak hal seperti cara membuat game, baik untuk urusan visual, teknis, dan hal-hal yang dulunya tidak pernah terpikir ketika main game. Dari pengalaman ini saya berkesimpulan kalau main game jauh lebih mudah daripada bikin game, dari situ juga akhirnya saya memutuskan tidak mau beli game bajakan lagi. Hahaha. Boleh tahu game apa saja yang pernah kamu kerjakan, dan apa yang paling berkesan sejauh ini?Game pertama yang saya buat judulnya Pilihan Ganda. Game ini dibuat untuk mengikuti lomba di UKSW Salatiga. Ada juga Bananna Adventure, sebuah game HTML5 yang bercerita tentang petualangan seekor monyet mencari pisang legendaris melalui banyak tantangan mini game di sepanjang perjalanan. Terakhir dan yang sedang digarap dalam rangka Mojiken Camp adalah Dawgmageddon. Yang paling berkesan rasanya adalah Pilihan Ganda, karena selain game pertama, game ini juga bisa dibilang ajaib. Kami membuat game edukasi yang tidak cuma memindahkan isi buku pelajaran ke dalam game, tapi juga bisa menghibur karena game memang seharusnya menyenangkan. Akhirnya jadilah game edukasi PPKn dan Bahasa Indonesia yang salah dan jangan ditiru. :D Bagaimana pandangan kamu tentang industri video game di Indonesia sekarang? Dan apa harapan kamu ke depannya?Industri game di Indonesia sedang mulai mekar dan mulai diapresiasi oleh khalayak ramai. Teman-teman yang merasa dorongan jiwanya di dunia game dijamin akan dapat jalan untuk mewujudkan cita-citanya. Dulu kerja di industri game rasanya cuma mimpi dan obrolan mengandai-andai. Mudah-mudahan dari sini industri game serta para pelaku industri game di Indonesia berkembang ke arah yang menyenangkan dan sehat tidak hanya dari segi bisnis tetapi juga sebagai aktualisasi passion dari pelakunya. Selain video game, biasanya kamu mengerjakan ilustrasi untuk media apa lagi?Selain menjadi ilustrator lepas untuk berbagai proyek, saya juga sedang terlibat dengan proyek komik Manungsa bersama Mas Erfan Fajar (kreator Arigato Macaroni) dan Jaka Adi yang saat ini sedang dalam tahap pengembangan. Biasanya apa yang menjadi inspirasi kamu dalam mengerjakan karya-karyamu?Kalau inspirasi biasanya datang dari banyak hal, mulai dari game, komik, film, cerita orang, sampai ke karya orang yang terlihat dan terdengar kemudian entah bagaimana bercampur aduk di dalam kepala, turun ke tangan, terus jadi gambar deh. Pada intinya, kalau buat saya untuk dapat inspirasi saya harus sering-sering bersinggungan dengan rangsangan kreatif dari luar. Makanya lingkungan yang kreatif dan kumpul sama orang-orang yang seru akan sangat berguna buat merangsang inspirasi. Punya ilustrator favorit?Sebenarnya banyak sih karena tiap ilustrator pasti punya gaya gambar yang menarik. Waktu SMA dulu suka sama ilustrasinya Final Fantasy Tactics buatannya Akihiko Yoshida, kemudian sempat suka dengan desain karakter dan baju zirah di Monster Hunter, dan akhir-akhir ini lagi seru melihat karya-karyanya Kim Jung Gi dan Katsuya Terada. Demikianlah obrolan singkat saya dengan Pandu. Seperti biasanya, jangan lupa sampaikan komentar kamu mengenai karya-karya dan kisah yang ada di artikel ini, atau tentang segmen Artistalk secara keseluruhan melalui kolom komentar di bawah. Jangan lupa juga cek tautan di bawah untuk melihat karya-karya Pandu lainnya yang tidak tersedia di sini. Sampai jumpa minggu depan! Kreavi: Pandu Rukmi Utomo [Artistalk] adalah artikel mingguan di Games in Asia yang membahas mengenai para artis 2D ataupun artis 3D dari Indonesia yang bekerja di bidang video game. Jika kamu punya kritik atau saran untuk artikel ini, silakan hubungi fahmi@gamesinasia.com atau melalui @fahmitsu P.S.: Jika kamu tertarik untuk mengetahui tentang behind the scene pengembangan game lokal selain dari sudut pandang artist, cek juga seri artikel Devtalk di Games in Asia IDPost [Artistalk] Bangkitnya Semangat Menggambar Yang Mulai Padam – Wawancara Dengan Pandu Rukmi Utomo Dari Mojiken Studio muncul terlebih dahulu di Games in Asia Indonesia. |
You are subscribed to email updates from Games in Asia Indonesia To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
No comments:
Post a Comment